In-Depth Core Skill, CTPS di British Council Indonesia
- Kamis, 25 Januari 2018
- Dibaca 1445
“Ke Jakarta, aku kan kembali, walau apapun yang kan terjadi …”
Penggalan lirik lagu dari legenda musik Indonesia ini seolah mengiringi perjalanan Bandung-Jakarta yang akan menjadi sebuah cerita. Ya.. Ke Jakarta, 25 Januari 2018 – berangkat dari Dipati Ukur – Menuju ke Semanggi membawa hati yang berseri. Karena setelah dua kali kesempatan undangan Kegiatan In-Depth British Council, baru kali ini di berikan kesempatan untuk bisa menikmati kembali alam Jakarta Raya.
Kali ini untuk kedua kali saya berada di tempat yang orang sunda bilang “heurin ku tangtung”, banyak gedung tinggi menjulang, macet ku kacida kota Jakarta namanya. Di dua kali kesempatan awal undangan in-depth gagal karena satu dan lain hal, sehingga di serahkan untuk rekan-rekan berangkat duluan. Dan akhirnya, 25 – 27 Januari kegiatan itu kesampaian juga.
Sebetulnya saya merasakan kecemasan tidak lagi dapat melanjutkan in-depth yang disebabkan kegagalan keikut sertaan dalam 2 kesempatan awal. Namun, kecemasan itu akhirnya hilang setelah ada undangan baru di in-dept bulan Januari 2018 ini.
Kali ini saya berangkat dengan rekan seperjuangan di SMP Muhammadiyah 8 Bandung, ialah Pak Sarif Hidayat, calon bapak muda ini merupakan anggota keluarga di sekolah yang terbilang baru. Namun, dedikasi dan semangat dalam mendidik yang ada dalam jiwanya sangatlah besar. Sehingga, tugas apapun yang di embannya beliau selalu katakana siap.
Tiga hari kita akan berjuang, mendulang permata keilmuan, melanjutkan dari kegiatan perkenalan pada Core Skill di bulan Oktober 2017 silam. Banyak rencana dan juga informasi yang di dapatkan terkait kegiatan yang akan dilalui. Agak sedikit berbeda dengan apa yang sudah di dapatkan pada perkenalan pertama. Yaa… namanya juga in-depth pasti ada hal yang lebih mendalam yang akan digali di sini.
Seperti biasa kegiatan dari BC- British Council ini di mulai tepat pukul Sembilan, rata-rata selesai pukul 17.00, terkadang lebih sedikit ini menandakan bahwa materi yang dibawakan itu sangat menarik, dan orang jadi enggan untuk beranjak.
Materi kali ini adalah tentang “Teaching Critical Thinking and Problem Solving”, sebuah materi yang sedari awal memang saya minati untuk lebih di perdalam selain materi yang lainnya seperti Creatvity and Imagination, dan Digital Literacy. Entah kenapa, ketiga materi tersebut lebih mendominasi ketimbang materi Collaboration and Communication, Citizenship, dan Student Leadership and personal development.
Namun, pada intinya materi yang berkaitan dengan pembelajaran abad 21 teramat saya sukai. Sehingga saya mempunyai keinginan dapat menerapkan itu dalam pembelajaran di kelas dan di sekolah.
Selama tiga hari ini kami semua diberikan materi tentang bagaimana mengajar berpikir kritis dan mampu menjadi pemecah masalah. Dua hal yaitu berpikir kritis dan pemecah masalah yang menjadi materi utama dan pertama dalam urutan pola pembelajaran di abad 21 ini.
Dalam kegiatan BC kali ini adalah materi awalan yang begitu menggugah, yaitu tentang children protection. Isu perlindungan anak ini menjadi bagian dari program pelatihan dari British Council. Anak-anak sebagai generasi muda haruslah bisa terproteksi dengan baik, definisi anak menurut convention the right of the child dan Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak mendefinisikan “bahwa anak ada seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Anak-anak harus di lindungi dari bahayanya zaman digital saat ini, atau zaman internet dan media sosial. Erat kaitan dengan perkembangan dunia informasi dan internet anak-anak mempunyai dampak resiko yang cukup tinggi saat ini. Beberapa bahaya yang di timbulkan dari dunia digital saat ini adalah di antaranya cyberbullying, online grooming, expose to sexual predators dan identify thief.
Di samping bentuk perlindungan anak di dalam dunia maya, perlindungan anak di lingkungan pendidikan juga tidak kalah penting untuk selalu di galakan. Dalam sebuah penelitian di temukan data telah terjadi kekerasan sebanyak 5000 kasus di tahun 2014, dan yang lebih mencengangkan 87,6% terjadi di sekolah.
Sebagai bentuk tindakan atau langkah antisipasi dari kejadian di atas maka sepatutnya sekolah untuk menjalankan 4 program yang di sebutkan dalam membuat sekolah yang ramah anak, diantaranya adalah : (1) development and implement a child protection policy, (2) develop and implement a child protection procedure in the school, (3) build awareness through learning and development, (4) build relationship with the local support and child welfare agencies”. (YK)
bersambung …